Jumat, 02 Januari 2009

KULTUR JARINGAN STROBERI

BUDIDAYA STROBERI LEWAT TABUNG (IN VITRO)

Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa petani di Indonesia, khususnya didaerah dataran tinggi telah melakukan budidaya tanaman stroberi secara komersial. Prospek usaha stroberi sangat menjanjikan, produksi buah yang sampai sekarang belum dapat memenuhi permintaan pasar ini memiliki harga jual yang cukup tinggi. Produk olahan stroberi juga banyak diminati di pasaran, stroberi juga dapat diolah menjadi selai, manisan, sirup, dodol, yoghurt, maupun es krim.

Untuk mengusahakan stroberi secara komersial harus benar-benar memperhatikan berbagai aspek. Teknik budidaya yang diterapkan sangat berpengaruh terhdap produksi buah yang dihasilkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Umumnya budidaya yang dihasilkan petani masih konsenvional, terkadang dengan cara seperti ini biaya produksi yang digunakan tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat.

Perbanyakan tanaman stroberi kini tidak hanya dapat dilakukan melalui biji saja namun dapat menggunakan cara secara in vitro (kultur jaringan). Perbanyakan secara in vitro merupakan perbanyakan dengan menggunakan bagian kecil tanaman, media tanam berupa media buatan aseptik yang diletakkan didalam wadah kecil seperti tabung reaksi atau botol jam (selai). Investasi awal untuk fasilitas aini cukup mahal namun secara potensial untuk perbanyakan secara massal.

Keunggulan perbanyakan secara in vitro adalah dapat mendapatkan bibit induk yang bebas virus, daerah meristem pucuk dengan beberapa primordia daun disterilkan dan diambil secara hati-hati dengan bantuan mikroskop binokuler. Pucuk yang berukuran 0,5-0,7 mm ini pada umumnya tidak mengandung virus, pucuk kemudian ditanam dalam media buatan yang mengandung unsur hara, gula, vitamin, asam amino dan hormon.

Perbanyakan secara in vitro dilakukan di laboratorium yang selalu dijaga kebersihannya dengan mengatur suhu dan kelembabannya (cahaya). Lboratorium tersebut dilengkapi dengan fasilitas ruang atau tempat persiapan, ruang transfer, ruang kultur dan ruang stok sebagai tempat kegiatan. Berikut langkah-langkah di dalam perbanyakan tanaman stroberi secara in vitro :

1. Persiapan dan sterilisasi media tumbuh.

Media tumbuh berisi gula, itamin, asam-asam amino, garam-garam anorganik, air, fitohormon, dan bahan pemadat media berupa agar-agar. Media tumbuh untuk kultur pucuk stroberi terdiri dari empat macam yaitu :

a) Media untuk inisiasi awal yang terdiri dari garam makro dan media knop ditambah garam mikro dari media MS (Murashige dan Skoog).

b) Media multiplikasi terdiri dari garam makro dan mikro dari media MS.

c) Media pengakaran berupa media MS.

d) Zat pengatur tumbuh yang digunakan berupa 6-benzylamino acid (BAP), naphtalene acetid acid (NAA), dan indole butryric acid (IBA).

Media tumbuh berupa gula dan lain-lainnya perlu disterilisasi. Hal ini dikarenakan media tersebut merupakan tempat pertumbuhan yang baik bagi cendawan dan bakteri. Bila lingkungan mendukung, mikroorganisme akan tumbuh cepat dan menutupi permukaan kultur bahan tanaman, di samping itu juga akan merusak bahan tanaman dan menyebabkan tanaman mati.

2. Sterilisasi dan isolasi bagian tanaman.

Persiapan sterilisasi dan isolasi yang dilakukan meliputi pemilihan bahan tanaman dan sterilisasi permukaan agar bahan tanaman bebas dari mikroorganisme yang menjadi kontaminan. Berikut ini tahap-tahap sterilisasi dan isolasi ;

a) Cuci bersih bahan tanaman yang diambil dari lapangan, buang bagian yang kotor dan mati dan buang juga daun-daun hingga tersisa bagian pucuk dengan 1-2 lembar daun kecil.

b) Rendam pucuk selama 10 menit di dalam larutan deterjen encer.

c) Rendam pucuk di dalam larutan agrimisin 1g/100 ml selama 2 jam.

d) Kegiatan selanjutnya dikerjakan dalam laminar air flow cabinet

3. Penanaman pucuk di dalam media inisiasi.

Pekerjaan ini dilakukan dalam lingkungan kerja yang aseptik yaitu di dalam laminar air flow cabinet. Pada inisiasi awal bisanya sukar didapatkan kultur yang bersih dari bakteri dan cendawan.

4. Peletakan kultur (media yang telah ditanami pucuk).

Kultur diletakkan di atas rak didalam ruang kultur atau ruang tumbuh yang bersih. Cahaya untuk perbanyakan in vitro berasal dari lampu TL yang dipasang pada rak. Lampu 40 watt dipasang pada ketinggian 50 cm dari rak kultur untuk menyinari daerah seluas 40 x 100 cm.

5. Pengamatan dan subkultur.

Kultur yang bersih (bebas kontaminasi bakteri dan cendawan) disebut kultur yang aksenik. Pucuk yang aksenik akan menunjukkan pertumbuhan dalam waktu 4 minggu, setelah 4 minggu pucuk dipindahkan ke media multiplikasi.

Dalam media multiplikasi, pucuk kecil akan membentuk tunas-tunas baru dalam 12-15 hari. Multiplikasi pertama menghasilkan 5-7 tunas, tunas yang diperoleh kemudian dipecah dan ditanam secara terpisah pada media multiplikasi. Proses pemecahan dan penanaman dalam media baru disebut subkultur. Dalam sub kultur pelipatan tunas berulang kembali, setiap 4 minggu dapat dilakukan sub kultur, stelah 5 kali sub kultur akan diperoleh antara 900-1000 tunas. Tunas-tunas tersebut kemudian diakarkan dalam media pengakaran.

6. Aklimatimasi pucuk.

Setelah akar sempurna dan mencapai panjang kira-kira 3 cm atau lebih (berumur 3 minggu), tanaman dapat dikeluarkan dan dilanjutkan dengan tahap aklimatisasi untuk selanjutnya dipindahkan ke pembibitan. Masa aklimatisasi ini merupakan masa yang sangat kritis dikarenakan tanaman kecil yang diperoleh (planlet) harus belajar berdiri sendiri untuk beralih dari kondisi heterotrof menjadi autotrof.

Perubahan yang drastis dari kultur jaringan dalam botol dan laboratorium ke lapangan adalah perubahan kelembaban, suhu dan intensitas cahaya. Untuk menjaga kelembaban yang tinggi maka planlet harus disungkup sekitar 2 minggu, intensitas cahaya dijaga dengan memberikan naungan dari paranet atau dapat menggunakan bilah-bilah bambu. Sementara suhu yang baik sekitar 23-25˚C pada siang hari ditempat dengan altitude tinggi atau dengan penyemprotan air secara berkala ditempat aklimatisasi.

Langkah-langkah aklimatisasi adalah sebagai berikut :

a) Siapkan media aklimatisasi yang terdiri dari media pasir dan kompos dengan perbandingan 1 : 1.

b) Kukus media selama 1 jam, kemudian isikan pada wadah aklimatisasi. Wadah dapat berupa pot individu kecil berukuran 3 cm atau baskom plastik untuk sejumlah planlet.

c) Bersihkan planlet dari sisa agar-agar.

d) Rendam planlet pada larutan Benlate 2 g/l selama 10 menit lalu dikering anginkan.

e) Tanam planlet pada media tumbuh yang sudah dibasahi sebelumnya.

f) Tutup pot kecil dengan botol selai atau sungkup plastik bila menggunakan baskom plastik.

g) Letakkan planlet dalam media sungkup pada media yang telah ternaungi dan bersuhu sejuk atau semprot sungkup dengan air secara berkala.

h) Buka sungkup berangsur-angsur setelah 2 minggu.

i) Pindahkan tanaman ke lahan pembibitan hingga mencapai 6 helai daun atau tanaman sudah tidak layu di dalam sungkup, selanjutnya bibit dapat ditanam di lapangan.

MEMBUAT FEATURE

(KARANGAN KHAS)

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Jurnalisme dan Multimedia




Disusun Oleh :

Punto Laksono Jati

H 0105022

JURUSAN AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Beras Simalakama, Dijual Kelaparan, Dimakan Kemahalan.

Akhir-akhir ini masalah pangan sangat krusial dan sensitif dikalangan masyarakat. Oleh karena itu kebijakan yang diambil pemerintah harus diorientasikan pada pembelaan masyarakat melalui pembangunan pertanian Indonesia. Wacana untuk mengekspor beras sebaiknya ditahan dulu, hendaknya pemerintah menyesuaikan kondisi stok beras nasional yang tersedia saat ini di dalam negeri. Meski dalam data menyebutkan produksi gabah kering giling pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 58 juta ton, dengan cadangan sekita 2,3 juta ton, namun sebaiknya sisa produsi yanga ada digunakan untuk pemenuhan kebutuhan beras nasional, terutama lebih diprioritaskan lagi bagi cadangan pangan nasional.

Nasib petani sudah seharusnya diperhatikan oleh semua unsur di negara ini. Tetapi jika negara memang berencana akan mengekspor beras maka hendaknya hal ini dipercayakan pada lembaga yang bertugas mengurusi masalah pangan nasional yaitu Bulog, dan jangan diserahkan pada pedagang atau spekulan. Persoalan yang timbul dari masalah ekspor beras ini adalah jika beras tersebut dimakan, harganya mahal. Akan tetapi bila ditinjau dari aspek komersial untuk mendapatkan keuntungan (profit) memang menguntungkan bila beras tersebut diekspor oleh pemerintah.

Jika pemerintah tetap melakukan ekspor beras maka bisa menganggu stok beras dalam negeri yang pada kenyataannya saat ini masih belum memadai. Disisi lain jika harga beras diekspor mahal, maka apakah akan menaikkan harga gabah pembelian dari hasil panen padi para petani. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya tetap berkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri, dengan cara mengoptimalkan peningkatan produksi beras dalam negeri dan memanfaatkan momentum kenaikan harga beras internasional melalui jalan lebih serius untuk menyerap gabah dari petani kita. Selain itu, pemerintah khusunya melalui Departemen Pertanian harus lebih berkonsentrasi pada tugasnya yaitu bagaimana cara meningkatkan produksi padi petani dengan mengoptimalkan kinerja dari instrumennya, dengan demikian kebutuhan beras nasional terpenuhi.

Pemerintah juga diminta untuk menyerap gabah dari hasil produsi dalam negeri sehingga petani tidak kewalahan untuk menjual gabah hasil panennya. Hal ini terkait dengan harga gabah didaerah-daerah yang masih banyak dibawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Kebijakan HPP ini hendaknya ditinjau ulang kembali (Reevaluasi) agar para petani dalam negeri bisa menikmati keuntungan dari hasil panenannya. Pada kenyataanya juga kebijakan mengekspor beras dirasa hanya mengakomodir kepentingan pedagang-pedagang beras saja dan tidak sedikitpun memihak pada kepentingan petani.

HPP untuk harga beras digudang Bulog melalui Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang kebijakan perberasan. Pemerintah memutuskan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras dan gabah naik dari Rp. 4.000 per kg menjadi Rp. 4.300 per kg. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik dari Rp. 2.000 per kg menjadi Rp. 2.200 per kg. Harga gabah kering giling (GKG) di gudang Bulog naik dari Rp. 2.600 per kg menjadi Rp. 2.840 per kg.

Dasar pertimbangan dibuat ketentuan baru tersebut dalam rangka stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan petani, peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan ekonomi pedesaan. Pertimbangan lain adalah akibat dari perkembangan nasional dan global di bidang pangan khususnya beras yang dipandang perlu dilakukan penyesuaian.

Akan tetapi kebijakan kenaikan HPP tersebut masih jauh dari yang diharapkan petani. Nilai ideal minimal untuk HPP GKP adalah didasarkan pada kebutuhan rumah tangga petani, kenaikan biaya produsi pertanian dan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan obat-obatan (pestisida).

Menurut data dari Serikat Petani Indonesia (SPI) berdasarkan kecukupan kalori BPS dan harga beras saat ini sebesar Rp.5.000 per liter (petani kita rata-rata net consumer) dalam satu rumah tangga petani terdiri 4 orang, minimal harus mempunyai pendapatan sebesar Rp. 26.400 per hari. Sedangkan pendapatan real petani dari satu hektar lahan dari hasil produksi beras adalah sebesar Rp. 17.500 per hari per keluarga tani dengan harga GKP sebesar Rp. 2.200 jelas tidak mencukupi angka kebutuhan kalori. Untuk mencapai kebutuhan tersebut idealnya HPP (harga jual GKP) di tingkat petani Rp. 3.320 bukan Rp. 2.200 per kg.

Untuk mengatasi hal tesebut dibutuhkan suatu organisasi pemerintah yang mampu menyerap gabah langsung dari petani dan mengatur distribusinya, agar dapat memberikan keuntungan bagi petani namun juga tidak memberatkan konsumen. Hal ini untuk menghindari dominasi para pedagang besar dalam perdagangan beras. Selama ini keuntungan terbesar dalam perdagangan beras di Indonesia masih dinikmati oleh pihak penggilingan dan pedagang besar dibanding dengan keuntungan yang diterima petani padi.

Pemerintah juga hendaknya tanggap dan peka terhadap kenaikan harga beras dunia dengan melakukan evaluasi kritis untuk menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap gabah para petani. Namun hal itu tidak terjadi, harga gabah yang dibeli pemerintah kepada petani tidak berubah padahal pada kenyataannya kenaikan input (produksi) beras saat ini meningkat. Maka pemerintah terlebih dahulu secepatnya menaikkan HPP terhadap gabah petani dan membeli serta menyerap gabah kering hasil panen para petani untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri, lalu kemudian jika ada kelebihan (surplus) kebijakan ekspor dilakukan.

Kebijakan ekspor beras juga tidak sesuai dengan kenyataan ditengah ketidakpastian produksi beras yang mulai memasuki masa panen hingga Agustus mendatang dirasa kurang bijaksana. Adanya keinginan pemerintah untuk membuka peluang ekspor beras dapat mendorong terjadinya spekulan atau niat dari para pedagang-pedagang untuk menjual beras-beras yang ada di dalam negeri ke luar negeri. Namun jika hal itu dalam status legal (resmi) akan membantu pemerintah tetapi jika terjadi penyelundupan maka akan mengakibatkan harga beras di dalam negeri menjadi tinggi karena stok beras kosong atau tidak ada.

Bila dilihat dari kondisi panen di Indonesia saat ini secara umum musim panen pada akhir Maret hingga April menunjukkan bahwa akan ada penurunan kualitas panen. Hal ini dikarenakan adanya hujan yang turun terus-menerus sehingga akan berdampak pada kualitas panen padi yang menjadi turun. Juga ditambah masalah lain yaitu untuk musim tanam sekarang petani kesulitan memcari pupuk seperti Urea, KCl, dan SP-36, Masalah ini muncul karena adanya permainan pedagang dan ketidak mampuan pemerintah untuk mengatur distribusi pupuk dan mahalnya pestisida untuk pembasmi hama tanaman. Secara keseluruhan masalah diatas menjadi faktor terjadinya penurunan kualitas yang akan mengakibatkan terjadinya penurunan produsi beras nasional.

Terkait dengan masalah ketahanan pangan nasional harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah karena hal ini berhubungan dengan kepentingan nasional, ketahanan pangan harus diorientasikan kepada peningkatan dan ketersediaan produsi nasional. Maka pemerintah harus menghentikan rencana maupun kebijakan ekspor beras ini dan merskipun ada wacana untuk mengekspor beras harus benar-benar dipertimbangkan dan diperhatikan kecukupan dan ketersediaan stok beras nasional, memberikan tugas kepada badan atau instrumen negara seperti Departemen Pertanian dan Bulog. Pemerintah juga harus melakukan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang baru karena kondisi petani kita dalam situasi yang susah akibat kenaikan harga sarana pertanian, harga pangan (sembako) dan harga BBM.

MEMBUAT ARTIKEL OPINI

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah Jurnalisme dan Multimedia




Disusun Oleh :

Punto Laksono Jati

H 0105022

JURUSAN AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009